Minggu, 15 Mei 2016

ANALISIS MAKROINVERTEBRATA/BENTOS YANG MENJADI INDIKATOR PENCEMAR AIR PERMUKAAN AKIBAT LIMBAH INDUSTRI DI SUNGAI BONE

ABSTRAK

            Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air Sungai Bone dengan metode Biomonitoring dan makroinvertebrata sebagai bioindikatornya, yang didukung dengan beberapa parameter fisik dan kimia, berupa suhu, kekeruhan, dan pH. Lokasi penelitian dilakukan di tiga stasiun, yaitu daerah Suwawa, daerah Kabila, dan daerah Kota Gorontalo.
 Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan deskriptif yaitu memberi gambaran tentang kualitas air Sungai Bone dengan metode biomonitoring untuk setiap stasiun. Data hasil penelitian ini dianalisis secara kuantitatif menggunakan program Microsoft excel dalam penyajian tabel identifikasi makroinvertebrata, dan paduan dalam mengidentifikasi makroinvertebrata dan nilai indeksnya.
Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia, dimana nilai suhu untuk setiap stasiun berkisar antara 24-25oC, untuk nilai kekeruhan berkisar antara 12-80 NTU, serta nilai pH berkisar 7-8. Nilai kekeruhan pada stasiun 3 mengalami peningkatan, yaitu 80 NTU, dan melebihi ambang batas Permenkes 416 tahun 1990, tetapi untuk suhu dan pH masih berada dibawah batas Permenkes 416 tahun 1990. Sedangkan untuk hasil perhitungan BBI dan FBI didapatkan nilai untuk setiap stasiun, berurutan sebagai berikut FBI 5,82, 5,96, 6,07 dan BBI 4, 4, 4.

Jenis makroinvertebrata yang paling banyak ditemukan pada setiap stasiun adalah famili Thiaridae, yang termasuk dalam makroinvertebrata tahan pencemaran. Dapat disimpulkan bahwa kualitas air Sungai Bone sudah menunjukkan kondisi yang agak buruk. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan penambangan sirtu, dan aktivitas masyarakat yang tinggal di sekitaran aliran Sungai Bone.
I. PENDAHULUAN
Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam pemanfaatannya dapat berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri dan dampak lainnya dapat membahayakan lingkungan secara luas. Lingkungan perairan sungai terdiri dari komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara. Bila interaksi keduanya terganggu maka akan terjadi perubahan yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang (Ferianita, 2008 dalam Pramitha, 2010 ).
Salah satu sungai terbesar di Provinsi Gorontalo adalah Sungai Bone. Sungai tersebut memiliki fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan yaitu sebagai sumber bahan baku air minum, mandi, pengairan, daerah wisata. Status kualitas air adalah tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Daud,2011). Kualitas air permukaan dapat ditentukan dengan menggunakan kombinasi parameter fisik, kimia dan biologis.
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan yang tetap, akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat. Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian jugaakan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003).
Makroinvertebrata dapat memberikan petunjuk adanya bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat peka terhadap pencemaran. Meskipun demikian, makroinvertebrata memiliki kelemahan karena tidak dapat digunakan sebagai petunjuk jenis pencemarnya. Untuk mengetahui jenis pencemarnya, harus dilakukan pengujian kimia dilaboratorium dan memerlukan keahlian khusus. Apabila terjadi bahan pencemar dalam perairan, maka hewan yang sangat peka akan hilang karena tidak mampu bertahan hidup.
Jenis-jenis makroinvertebrata yang sangat peka terhadap bahan bakar antara lain larva lalat batu (Plecoptera) dan larva ulat kantong (Trichoptera). Karena kepekaannya terhadap pencemar, maka jenis-jenis tersebut hanya dapat ditemukan pada air berkualitas sangat baik atau belum tercemar. Bila kedua makroinvertebrata lain seperti larva kumbang (Coleoptera), nimfa capung (Odonata), keong, siput dan udang memiliki kepekaan sedang. Apabila pada perairan ditemukan jaenis-jenis tersebut ada indikasi bahwa telah ada zat pencemar. sementara itu, jenis makroinvertebrata seperti cacing rambut dan lintah termasuk jenis yang tidak peka terhadap bahan pencemar. Oleh karena itu kewan tersebut masih mampu bertahan pada perairan yang sudah banyak tercemar atau dalam kondisi kualitas yang buruk. Dengan demikian, apabila pada perairan sudah banyak ditemukan cacing rambut dan lintah, berarti perairan tersebut sudah sangat tercemar (Subekti,2009).
Keberadaan organisme pada lingkungan dapat dijadikan sebagai parameter kualitas lingkungan. Biota yang dapat dijadikan sebagai petunjuk keadaan lingkungan umum kita sebut sebagai bioindikator atau indikator biologis. Bioindikator dibedakan menjadi tiga organisme, yaitu:
  1. Organisme indikator, dengan melihat keberadaan spesies tertentu pada lingkungan, misalnya dengan indeks diversitas sebagai organisme penentu kualitas lingkungan.
  2. Organisme pemantau, baik secara aktif maupun pasif, dengan menempatkan atau mengukur tingkat kerusakan yang dialami oleh suatu organisme.
  3. Organisme uji, yaitu organisme yang digunakan untuk menguji akumulasi dan reaksi suatu substansi kimia baik dalam laboratorium maupun di lapangan.
Keterkaitan pencemaran perairan dengan keberadaan organisme berikut:
  • Hewan bentos makro dari spesies Tubifex Sp. dan Malainoides Tuberculate merupakan spesies indikator DO rendah dan partikel tersuspensi tinggi pada ekosistem perairan sungai.
  • Kadar logam berat berat ditemukan pada ikan Bader dan ikan keting di kali Surabaya.
  • Alga hijau biru (Micoytis sp) meningkat bila perairan subur, misal karena pencemaran pupuk nitrogen (N) dan Phospat (PO4).
  • Pencemaran panas > 30°C hewan yang digunakan sebagai indikator adalah cacing Branchiurasowerbyi dan hewan bercangkang Physe sp.

Berikut adalah indeks biotik yang akan diguanakan sebagai dasar dalam penentuan kualitas air dengan metode biomonitoring, adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 INTERPRETASI FBI UNTUK MENILAI KUALITAS AIR
FAMILI BIOTIK INDEKS
KUALITAS AIR
TINGKAT PENCEMARAN
0,00 - 3,75
sangat baik
tidak terpolusi bahan organik
3,76 - 4,25
baik sekali
sedikit terpolusi bahan organik
4,26 - 5,00
baik sekali
terpolusi beberapa bahan organik
5,01 - 5,75
cukup
terpolusi agak banyak
5,76 - 6,50
agak buruk
terpolusi banyak
6,51 - 7,25
buruk
terpolusi sangat banyak
7,26 - 10,00
buruk sekali
terpolusi berat bahan organik
Sumber: Hilsenhoff (1987)
Tabel 1.2 Kladifikasi Kualitas Air Berdasarkan BISEL Biotik Indeks
KELAS
BIOTIK INDEKS
KODE WARNA
TINGKAT PENCEMARAN
I
10 - 9
biru
terpolusi ringan atau tidak terpolusi
II
8 - 7
hijau
sedikiy terpolusi
III
6 - 5
kuning
terpolusi dalam jumlah sedang
IV
4 - 3
jingga
terpolusi berat
V
2 - 1
merah
terpolusi sangat berat

0
hitam
mati secara biologis
Sumber : Biotic Index Manual For Secondary School,University Gent, Belgium(1999)
Kedua metode pendugaan kualitas air dengan makroinvertebrata telah dilakukan oleh ICRAF di DAS Way Besai, Sumberjaya, Lampung baik dengan BBI maupun dengan FBI ( Rahayu,2009). Perhitungan indeks biotik ini sampai sekarang masih digunakan dan dapat dijadikan pendugaan awal terhadap status kualitas air sungai.

 II. METODE PENILITIAN
Secara umum penelitian ini dilakukan di Sungai Bone, dengan mengambil lokasi penelitian pada 3 stasiun, yaitu Suwawa, Kabila, dan Kota Gorontalo (jembatan Talumolo). Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan terhitung dari pertengahan bulan Maret sampai pada pertengahan bulan April.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu memberi gambaran tentang Kualitas Air Sungai Bone yang diteliti dengan menggunakan metode Biomonitoring. Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang akan diteliti, yaitu pengukuran dengan parameter pH, kekeruhan, dan suhu, dilanjutkan dengan melakukan pengambilan makroinvertebrata disetiap stasiun. Kemudian dilakukan identifikasi makroinvertebrata berdasarkan Famili Biotik Indeks (FBI) dan BISEL Biotik Inbeks (BBI).


III. HASIL PEMBAHASAN
A. Pengamatan Fisik dan Kimia
Hasil pengamatan dengan parameter fisik dan kimia, yaitu dengan mengukur suhu, pH, dan kekeruhan.
Tabel 3.1 Tabel Hail Pengamatan Fisik dan Kimia
Parameter
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Standar Kualitas Air Bersih Menurut PERMENKES RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990
Date
24 maret 2012
7 April 2012
14 April 2012
Location
Suwawa
Kabila
Jembatan Talumolo (Kota Gorontalo)
Turbidity (NTU)
12
13
80
25
Water Temperatur (˚C)
24
24
25
20 - 26
PH
8,09
7,86
7,78
6,5 - 9,0
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa suhu dan PH dari air sungai Bone masih normal, sungai Bone juga masih terlihat jernih, kecuali pada bagian hilir dimana kekeruhan meningkat yang disebabkan oleh adanya aktivitas penambangan galian yang menyebabkan tingkat kekeruhan untuk stasiun meningkat melebihi standard.
Walaupun PH, suhu dan kekeruhan ( kecuali stasiun 3 ), masih menunjukkan kondisi yang masih dibawah batas yang ditetapkan oleh PERMENKES 1990. Tetapi akyivitas masyarakat disekitaran aliran sungai Bone baik dari hulu maupun ke hilir, Yng menjadi faktor penyebab hilangnya beberapa makroinvertebrata dan menurunnya kualitas ai Sungai Bone.
B. Pengamatan Makroinvertebrata
Hasil pengamatan makroinvertebrata di lokasi penelitian, yaitu Sungai Bone untuk setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 1 Berdasarkan Famili Biotik Indeks
No
NAMA FAMILI
ORDO
JUMLAH (Xi)
NILAI TOLERANSI (ti)
Xi.ti
1
Nepidae
Hemiptera
8
8
64
2
Gerriade
Hemiptera
3
8
24
3
Parathelphusidae
Decapoda
3
6
18
4
Palaemonidae
Decapoda
8
6
48
5
Thiaridae
Gastropoda
230
6
1380
6
Viviparidae
Gastropoda
20
6
120
7
Libellulidae
Odonata
3
7
21
8
Aeshnidae
Odonata
27
3
81
JUMLAH
303
1763
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 1 adalah sebagai berikut :
FBI      =  (Xi*ti)/n  = 1763/303 = 5,82

Jadi, untuk stasiun 1 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Srasiun I Berdasarkan BISEL Biotik Indeks
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
Skor
Jumlah Taksa
Frekuensi ditemukan
Nilai Biotik Indeks
Keterangan
Hemiptera
5
2
>2
3
Ditemukan 2 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3
Decapoda
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4
Gasrtopoda
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4
Odanata
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Odonata lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 1 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 2 Berdasarkan Famili Biotik Indeks
No
NAMA FAMILI
ORDO
JUMLAH (Xi)
NILAI TOLERANSI (ti)
Xi.ti
1
Gerriade
Hemiptera
17
8
64
2
Thiaridae
Gastropoda
200
6
24
3
Viviparidae
Gastropoda
159
6
18
4
Sundathelpusidae
Decapoda
20
6
48
5
Aeshnidae
Odonata
14
3
1380
6
Tipulidae
Diptera
1
3
120
7
Dytiscidae
Coleopetra
5
5
21
JUMLAH
416
2480
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 2 adalah sebagai berikut :
FBI      =  (Xi*ti)/n  = 2480/416 = 5,96
 Jadi, untuk stasiun 2 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Srasiun 2 Berdasarkan BISEL Biotik Indeks
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
Skor
Jumlah Taksa
Frekuensi ditemukan
Nilai Biotik Indeks
Keterangan
Hemiptera
5
1
>2
3
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3
Decapoda
4
1
>2
4
Ditemukan 1 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4
Gasrtopoda
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4
Odanata
4
1
>2
4
Ditemukan 1 taksa famili Odonata lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4
Coleopetra
5
1
>2
3
Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks 3
Diptera
4
1
1
3
Ditemukan 1 taksa famili Diptera 1 kali selama pengamatan. Berarti Diptera memiliki nilai indeks 3
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 2 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 3.5 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan Famili Biotik Indeks
No
NAMA FAMILI
ORDO
JUMLAH (Xi)
NILAI TOLERANSI (ti)
Xi.ti
1
Nepidae
Hemiptera
10
8
80
2
Scirtidae
Coleopetra
5
7
35
3
Sundathelpusidae
Decapoda
10
6
60
4
Palaemonidae
Decapoda
10
6
60
5
Thiaridae
Gastropoda
320
6
1920
6
Viviparidae
Gastropoda
12
6
722
7
Lymnaeidae
Gastropoda
5
6
30
JUMLAH
372
2257
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 3 adalah sebagai berikut :
FBI      =  (Xi*ti)/n  = 2257/372 = 6,07

Jadi, untuk stasiun 3 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.6 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan BISEL Biotik Indeks
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
Skor
Jumlah Taksa
Frekuensi ditemukan
Nilai Biotik Indeks
Keterangan
Hemiptera
5
1
>2
3
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3
Decapoda
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4
Gasrtopoda
4
3
>2
4
Ditemukan 3 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4
Coleopetra
5
1
>2
3
Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks 3
Sumber : Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 3 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
Memperhatikan hasil pengamatan makroinvertebrata, terlihat bahwa makin ke hilir, kondisi kualitas air semakin menurun. Ini terlihat dari nilai FBI (family biotic index) lebih besar pada bagian hilir dibandingkan di hulu. Ini menandakan bahwa aktivitas di sepanjang aliran sungai semakin mempengaruhi kondisi kualitas air di hilir. Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan aliran sungai di daerah hulu memang relatif lebih baik. Pemukiman yang berbatasan langsung dengan tepi sungai tidak sebanyak di hilir. Di hilir, selain pemukiman yang sangat dekat dengan badan air, aktivitas MCK dari penduduk dan pemukiman juga semakin padat, dan beragam.
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi keberadaan makroinvertebrata, dan penurunan kualitas air Sungai Bone, adalah aliran air Sungai Bone yang banyak melewati daerah perkebunan dan pemukiman, sehingga hampir sebagian besar kegiatan masyarakat dan limbah yang dihasilkan berdampak pada Sungai Bone baik dampak yang secara langsung ataupun tidak langsung dari setiap kegiatan masyarakat disekitaran Sungai Bone.
Keberadaan dan jumlah dari setiap makroinvertebrata yang ditemukan, mempunyai tingkat kepekaan terhadap bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat peka terhadap pencemaran. Apabila terdapat bahan pencemar dalam perairan, maka biota yang sangat peka akan hilang karena tidak mampu bertahan hidup. Sebaliknya biota yang sangat toleran, akan tetap dapat hidup pada kualitas air yang buruk. Semakin baik kualitas perairan, akan semakin tampak keaneka ragaman hewan tersebut, sebaliknya penurunan kualitas perairan akan tampak jelas dominansi suatu jenis hewan makroinvertebrata yang ditemukan. Selain berdampak pada keberadaan makroinvertebrata, penurunan kualitas air sungai juga dapat berdampak langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia. Selain itu dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama (Effendi, 2008). Sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan tingkat kesakitan bahkan kematian.


IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan BBI dan FBI didapatkan nilai untuk FBI stasiun 1 adalah 5,82 dan BBI 4, untuk FBI stasiun 2 adalah 5,96 dan BBI 4, untuk FBI stasiun 3 adalah 6,07 dan BBI 4. Keberadaan kelompok famili Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera, sudah sangat sulit ditemukan. Dimana kelompok family ini merupakan kelompok yang sangat sensitif terhadap pencemaran, sehingga terlihat jelas, bahwa kondisi kualitas air Sungai Bone sudah mulai mengalami penurunan. Family Thiaridae banyak ditemukan di setiap stasiun pengamatan. Familli Thiaridae merupakan kelompok makroinvertebrata yang tahan bahan pencemaran.
2. Untuk hasil pemeriksaan fisik dan kimia, yaitu suhu, pH, dan kekeruhan (kecuali nilai kekeruhan pada stasiun 3), didapatkan nilai untuk setiap stasiun masih berada dibawah standar berdasarkan PerMenKes RI No. 416/MenKes/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih. Sedangkan untuk nilai kekeruhan pada stasiun 3 setelah pengukuran didapatkan nilai kekeruhan yang melebihi standar PerMenKes 1990.
3. Hasil analisis dengan menggunakan Metode Biomonitoring berdasarkan Famili Biotik Indeks dan BISEL Biotik Indeks dan pengukuran parameter fisik dan kimia menunjukkan, bahwa status kualitas air Sungai Bone di setiap stasiun berada dalam kategori agak buruk. Akan tetapi, sampai saat ini Sungai Bone masih dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari.
4. Aktivitas masyarakat bantaran Sungai Bone dan kegiatan penambangan sirtu (pasir dan batu), merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan kualitas air Sungai Bone.


V. SARAN
Pemerintah dan masyarakat perlu menyadari betapa pentingnya suatu pemeliharaan kebersihan sungai. Kegiatan pemantauan dan pengelolaan haruslah 12
terus dilakukan guna mengetahui status kualitas air sungai apakah mengalami penurunan atau kenaikan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat melakukan penelitian pemantauan kualitas air dengan metode biomonitoring berdasarkan perbedaan musim.


VI. DAFTAR PUSTAKA
Ari, Diah dkk. 2009. Biomonitoring Kualitas Air Sungai Gandong Dengan Bioindikator Makroinvertebrata Sebagai Bahan Petunjuk Praktikum Pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan Smp Kelas VII. Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA IKIP PGRI Madiun.
Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi. 2010. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai di Provinsi Gorontalo. Gorontalo : BALIHRISTI.
Daud, Anwar. 2011. Analisis Kualitas Lingkungan. Yogyakarta: Ombak Effendi, Hefni. 2008. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius Mukono,H. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press Pramitha.
Rahayu, Rudy, Meine, Indra, dan Bruno. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor : WAC.
Rahayu, subekti. 2009. Makroinvertebrata: Hewan Air Penanda Kualitas Air Sungai. Artikel. Lampung barat.
Soraya. 2010. Analisis Kualitas Air Sungai Aloo, Sidoarjo Berdasarkan Keanekaragaman Dan Komposisi Fitoplankton. Skripsi. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. (http://Digilib.its.ac.id, diakses 20 Januari 2012).
Stevi, Dian, & Ekawati. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring. Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.
Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Alumni. Bandung.
Trihadiningrum, Yulinah & Ayu Ratri. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Brantas Berdasarkan Makroinvertebrata. Jurnal Sains dan Seni POMITS Vol. 1, No. 1. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Wagiman, Sabaruddin. 2006. Bentik Makroinvertebrata Sebagai Bioindikator Polusi Lahan Perairan. J.Hidrosfir Vol.1, No.1, Hal.8-20. Penelitian Ekoteknologi Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi: Jakarta.