ANALISIS MAKROINVERTEBRATA/BENTOS YANG MENJADI
INDIKATOR PENCEMAR AIR PERMUKAAN AKIBAT LIMBAH INDUSTRI DI SUNGAI BONE
ABSTRAK
Penulisan
paper ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air Sungai Bone dengan
metode Biomonitoring dan makroinvertebrata sebagai bioindikatornya, yang
didukung dengan beberapa parameter fisik dan kimia, berupa suhu, kekeruhan, dan
pH. Lokasi penelitian dilakukan di tiga stasiun, yaitu daerah Suwawa, daerah
Kabila, dan daerah Kota Gorontalo.
Metode penelitian yang digunakan adalah
menggunakan pendekatan deskriptif yaitu memberi gambaran tentang kualitas air
Sungai Bone dengan metode biomonitoring untuk setiap stasiun. Data hasil
penelitian ini dianalisis secara kuantitatif menggunakan program Microsoft
excel dalam penyajian tabel identifikasi makroinvertebrata, dan paduan dalam
mengidentifikasi makroinvertebrata dan nilai indeksnya.
Hasil pengukuran
parameter fisik dan kimia, dimana nilai suhu untuk setiap stasiun berkisar
antara 24-25oC, untuk nilai kekeruhan berkisar antara 12-80 NTU, serta nilai pH
berkisar 7-8. Nilai kekeruhan pada stasiun 3 mengalami peningkatan, yaitu 80
NTU, dan melebihi ambang batas Permenkes 416 tahun 1990, tetapi untuk suhu dan
pH masih berada dibawah batas Permenkes 416 tahun 1990. Sedangkan untuk hasil
perhitungan BBI dan FBI didapatkan nilai untuk setiap stasiun, berurutan
sebagai berikut FBI 5,82, 5,96, 6,07 dan BBI 4, 4, 4.
Jenis
makroinvertebrata yang paling banyak ditemukan pada setiap stasiun adalah
famili Thiaridae, yang termasuk dalam makroinvertebrata tahan pencemaran.
Dapat disimpulkan bahwa kualitas air Sungai Bone sudah menunjukkan kondisi yang
agak buruk. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan penambangan sirtu, dan
aktivitas masyarakat yang tinggal di sekitaran aliran Sungai Bone.
I. PENDAHULUAN
Air sungai mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya.Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam pemanfaatannya dapat
berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri dan dampak lainnya
dapat membahayakan lingkungan secara luas. Lingkungan perairan sungai terdiri
dari komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi melalui arus energi
dan daur hara. Bila interaksi keduanya terganggu maka akan terjadi perubahan
yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang (Ferianita, 2008
dalam Pramitha, 2010 ).
Salah satu sungai
terbesar di Provinsi Gorontalo adalah Sungai Bone. Sungai tersebut memiliki
fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan yaitu sebagai sumber bahan baku
air minum, mandi, pengairan, daerah wisata. Status kualitas air adalah tingkat
kondisi kualitas air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada
suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air
yang ditetapkan (Daud,2011). Kualitas air permukaan dapat ditentukan dengan
menggunakan kombinasi parameter fisik, kimia dan biologis.
Pertambahan
jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan
yang tetap, akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat.
Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berasal dari
kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian jugaakan menghasilkan limbah
yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003).
Makroinvertebrata
dapat memberikan petunjuk adanya bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu
sangat peka terhadap pencemaran. Meskipun demikian, makroinvertebrata memiliki
kelemahan karena tidak dapat digunakan sebagai petunjuk jenis pencemarnya.
Untuk mengetahui jenis pencemarnya, harus dilakukan pengujian kimia di
laboratorium dan memerlukan keahlian khusus. Apabila terdapat bahan pencemar
dalam perairan, maka hewan yang sangat peka akan hilang karena tidak mampu
bertahan hidup.
Jenis-jenis
makroinvertebrata yang sangat peka terhadap bahan pencemar antara lain larva
lalat batu (Plecoptera) dan larva ulat kantong (Trichoptera). Karena
kepekaannya terhadap pencemar, maka jenis-jenis tersebut hanya dapat ditemukan
pada air berkualitas sangat baik atau belum tercemar. Bila kedua
makroinvertebrata di atas masih ditemukan berarti kualitas perairan tersebut
masih sangat baik.Jenis makroinvertebrata lain seperti larva kumbang
(Coleoptera), nimfa capung (Odonata), keong, siput dan udang memiliki kepekaan
sedang. Apabila pada perairan ditemukan jenis-jenis tersebut ada indikasi bahwa
telah ada bahan pencemar. Sementara itu, jenis makroinvertebrata
seperti cacing rambut dan lintah termasuk jenis yang tidak peka terhadap bahan
pencemar. Oleh karena itu hewan tersebut masih mampu bertahan pada perairan
yang sudah banyak tercemar atau dalam kondisi kualitas yang buruk. Dengan
demikian, apabila pada perairan hanya ditemukan cacing rambut dan lintah,
berarti perairan tersebut sudah sangat tercemar ( Subekti, 2009).
Keberadaan organisme pada lingkungan
dapat dijadikan sebagai parameter kualitas lingkungan. Biota yang dapat
dijadikan sebagai petunjuk keadaan lingkugan umum kita sebut sebagai
bioindikator atau indikator biologis. Bioindikator dibedakan dalam tiga organisme,
yaitu :
1. Organisme indikator, dengan melihat
keberadaan spesies tertentu pada lingkungan, misalnya dengan indeks diversitas
sebagai organisme penentu kualitas lingkungan.
2. Organisme pemantau, baik secara aktif
maupun pasif, dengan menempatkan atau mengukur tingkat kerusakan yang dialami
oleh suatau organisme
3. Organisme uji, yaitu organisme yang
digunakan untuk menguji akumulasi dan reaksi suatu substansi kimia baik dalam
laboratorium maupun di lapangan.
Keterkaitan pencemaran perairan dengan
keberadaan organisme berikut :
- Hewan bentos makro dari spesies Tubifex
Sp. dan Malainoides tuberculate merupakan
spesies indikator DO rendah dan partikel tersuspensi tinggi pada ekosistem
perairan sungai.
- Kadar logam berat ditemukan pada ikan Bader dan
ikan keting di kali surabaya.
- Alga hijau biru (Micoytis sp) meningkat
bila perairan subur, misal karena pencemaran pupuk nitrogen (N) dan
Phospat (PO4).
- Pencemaran panas > 30°C hewan yang digunakan
sebagai indikator adalah cacing Branchiurasowerbyi dan hewan bercangkang Physe
sp.
Hewan makro invertebrata untuk indikator
biologis pencemaran organik ini, pada beberapa tingkatan stadium terbagi,
antara lain :
- Indikator air bersih seperti Ephemera,
Ecdyonurus, Leuctra, Nemurella, dan Perla.
- Indikator pencemaran ringan Amphinemura,
Ephemerella, Caenis, Gamarus, baetis, Valvata, Bythynea, Hydropsyche,
Limnodrius, Rhyacophyla, dan Sericostoma.
- Indikator pencemaran sedang antra lain Asellus,
Sialis, Limnaea, Physa, dan Spaerium.
- Indikator pencemaran berat, seperti Nais, Chironomous,
Tubifex, Chronomous, dan Eristalis
Berikut adalah indeks
biotik yang akan diguanakan sebagai dasar dalam penentuan kualitas air dengan
metode biomonitoring, adalah sebagai berikut:
|
Sumber: Hilsenhoff (1987)
Tabel 1.2 Kladifikasi Kualitas Air Berdasarkan BISEL Biotik Indeks
|
|||
KELAS
|
BIOTIK INDEKS
|
KODE WARNA
|
TINGKAT PENCEMARAN
|
I
|
10 - 9
|
biru
|
terpolusi ringan atau tidak terpolusi
|
II
|
8 - 7
|
hijau
|
sedikiy terpolusi
|
III
|
6 - 5
|
kuning
|
terpolusi dalam jumlah sedang
|
IV
|
4 - 3
|
jingga
|
terpolusi berat
|
V
|
2 - 1
|
merah
|
terpolusi sangat berat
|
0
|
hitam
|
mati secara biologis
|
Sumber : Biotic Index Manual For
Secondary School,University Gent, Belgium(1999)
Kedua metode
pendugaan kualitas air dengan makroinvertebrata telah dilakukan oleh ICRAF di
DAS Way Besai, Sumberjaya, Lampung baik dengan BBI maupun dengan FBI (
Rahayu,2009). Perhitungan indeks biotik ini sampai sekarang masih digunakan dan
dapat dijadikan pendugaan awal terhadap status kualitas air sungai.
II. METODE
PENILITIAN
Secara umum penelitian ini
dilakukan di Sungai Bone, dengan mengambil lokasi penelitian pada 3 stasiun,
yaitu Suwawa, Kabila, dan Kota Gorontalo (jembatan Talumolo). Penelitian ini
dilakukan selama 1 bulan terhitung dari pertengahan bulan Maret sampai pada
pertengahan bulan April.
Jenis penelitian ini adalah
deskriptif, yaitu memberi gambaran tentang Kualitas Air Sungai Bone yang
diteliti dengan menggunakan metode Biomonitoring. Pada penelitian ini terdapat
beberapa hal yang akan diteliti, yaitu pengukuran dengan parameter pH,
kekeruhan, dan suhu, dilanjutkan dengan melakukan pengambilan makroinvertebrata
disetiap stasiun. Kemudian dilakukan identifikasi makroinvertebrata berdasarkan
Famili Biotik Indeks (FBI) dan BISEL Biotik Inbeks (BBI).
III. HASIL PEMBAHASAN
A. Pengamatan Fisik dan Kimia
Hasil pengamatan dengan parameter
fisik dan kimia, yaitu dengan mengukur suhu, pH, dan kekeruhan.
Tabel 3.1 Tabel Hail Pengamatan Fisik dan Kimia
|
||||
Parameter
|
Stasiun 1
|
Stasiun 2
|
Stasiun 3
|
Standar Kualitas Air Bersih Menurut PERMENKES RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990
|
Date
|
24 maret 2012
|
7 April 2012
|
14 April 2012
|
|
Location
|
Suwawa
|
Kabila
|
Jembatan Talumolo (Kota Gorontalo)
|
|
Turbidity (NTU)
|
12
|
13
|
80
|
25
|
Water Temperatur (˚C)
|
24
|
24
|
25
|
20 - 26
|
PH
|
8,09
|
7,86
|
7,78
|
6,5 - 9,0
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Dilihat dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa suhu dan PH dari air sungai Bone masih normal,
sungai Bone juga masih terlihat jernih, kecuali pada bagian hilir dimana
kekeruhan meningkat yang disebabkan oleh adanya aktivitas penambangan galian
yang menyebabkan tingkat kekeruhan untuk stasiun meningkat melebihi standard.
Walaupun PH, suhu dan
kekeruhan ( kecuali stasiun 3 ), masih menunjukkan kondisi yang masih dibawah
batas yang ditetapkan oleh PERMENKES 1990. Tetapi akyivitas masyarakat
disekitaran aliran sungai Bone baik dari hulu maupun ke hilir, Yng menjadi
faktor penyebab hilangnya beberapa makroinvertebrata dan menurunnya kualitas ai
Sungai Bone.
B.
Pengamatan Makroinvertebrata
Hasil pengamatan
makroinvertebrata di lokasi penelitian, yaitu Sungai Bone untuk setiap stasiun
pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 1 Berdasarkan
Famili Biotik Indeks
|
|||||
No
|
NAMA FAMILI
|
ORDO
|
JUMLAH (Xi)
|
NILAI TOLERANSI (ti)
|
Xi.ti
|
1
|
Nepidae
|
Hemiptera
|
8
|
8
|
64
|
2
|
Gerriade
|
Hemiptera
|
3
|
8
|
24
|
3
|
Parathelphusidae
|
Decapoda
|
3
|
6
|
18
|
4
|
Palaemonidae
|
Decapoda
|
8
|
6
|
48
|
5
|
Thiaridae
|
Gastropoda
|
230
|
6
|
1380
|
6
|
Viviparidae
|
Gastropoda
|
20
|
6
|
120
|
7
|
Libellulidae
|
Odonata
|
3
|
7
|
21
|
8
|
Aeshnidae
|
Odonata
|
27
|
3
|
81
|
JUMLAH
|
303
|
1763
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik
Indeks (FBI) stasiun 1 adalah sebagai berikut :
FBI = (Xi*ti)/n = 1763/303 = 5,82
Jadi, untuk stasiun 1 termasuk
dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Srasiun I Berdasarkan
BISEL Biotik Indeks
|
|||||
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
|
Skor
|
Jumlah Taksa
|
Frekuensi ditemukan
|
Nilai Biotik Indeks
|
Keterangan
|
Hemiptera
|
5
|
2
|
>2
|
3
|
Ditemukan 2 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan.
Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3
|
Decapoda
|
4
|
2
|
>2
|
4
|
Ditemukan 2 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan.
Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4
|
Gasrtopoda
|
4
|
2
|
>2
|
4
|
Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan.
Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4
|
Odanata
|
4
|
2
|
>2
|
4
|
Ditemukan 2 taksa famili Odonata lebih dari 2 kali selama pengamatan.
Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI,
disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 1 yang didapatkan berkisar antara 3-4,
kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori
terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 2 Berdasarkan
Famili Biotik Indeks
|
|||||
No
|
NAMA FAMILI
|
ORDO
|
JUMLAH (Xi)
|
NILAI TOLERANSI (ti)
|
Xi.ti
|
1
|
Gerriade
|
Hemiptera
|
17
|
8
|
64
|
2
|
Thiaridae
|
Gastropoda
|
200
|
6
|
24
|
3
|
Viviparidae
|
Gastropoda
|
159
|
6
|
18
|
4
|
Sundathelpusidae
|
Decapoda
|
20
|
6
|
48
|
5
|
Aeshnidae
|
Odonata
|
14
|
3
|
1380
|
6
|
Tipulidae
|
Diptera
|
1
|
3
|
120
|
7
|
Dytiscidae
|
Coleopetra
|
5
|
5
|
21
|
JUMLAH
|
416
|
2480
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik
Indeks (FBI) stasiun 2 adalah sebagai berikut :
FBI = (Xi*ti)/n = 2480/416 = 5,96
Jadi, untuk stasiun 2 termasuk
dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Srasiun 2 Berdasarkan
BISEL Biotik Indeks
|
||||||
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
|
Skor
|
Jumlah Taksa
|
Frekuensi ditemukan
|
Nilai Biotik Indeks
|
Keterangan
|
|
Hemiptera
|
5
|
1
|
>2
|
3
|
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks
3
|
|
Decapoda
|
4
|
1
|
>2
|
4
|
|
|
Gasrtopoda
|
4
|
2
|
>2
|
4
|
Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks
4
|
|
Odanata
|
4
|
1
|
>2
|
4
|
Ditemukan 1 taksa famili Odonata
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4
|
|
Coleopetra
|
5
|
1
|
>2
|
3
|
Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks
3
|
|
Diptera
|
4
|
1
|
1
|
3
|
Ditemukan 1 taksa famili Diptera 1
kali selama pengamatan. Berarti Diptera memiliki nilai indeks 3
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI,
disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 2 yang didapatkan berkisar antara 3-4,
kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori
terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 3.5 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan
Famili Biotik Indeks
|
|||||
No
|
NAMA FAMILI
|
ORDO
|
JUMLAH (Xi)
|
NILAI TOLERANSI (ti)
|
Xi.ti
|
1
|
Nepidae
|
Hemiptera
|
10
|
8
|
80
|
2
|
Scirtidae
|
Coleopetra
|
5
|
7
|
35
|
3
|
Sundathelpusidae
|
Decapoda
|
10
|
6
|
60
|
4
|
Palaemonidae
|
Decapoda
|
10
|
6
|
60
|
5
|
Gastropoda
|
320
|
6
|
1920
|
|
6
|
Viviparidae
|
Gastropoda
|
12
|
6
|
722
|
7
|
Lymnaeidae
|
Gastropoda
|
5
|
6
|
30
|
JUMLAH
|
372
|
2257
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik
Indeks (FBI) stasiun 3 adalah sebagai berikut :
FBI = (Xi/*ti)/n = 2257/372 = 6,07
Jadi, untuk stasiun 3 termasuk
dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 3.6 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan
BISEL Biotik Indeks
|
||||||
Kelompok Makroinvertebrata Indikator
|
Skor
|
Jumlah Taksa
|
Frekuensi ditemukan
|
Nilai Biotik Indeks
|
Keterangan
|
|
Hemiptera
|
5
|
1
|
>2
|
3
|
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks
3
|
|
Decapoda
|
4
|
2
|
>2
|
4
|
|
|
Gasrtopoda
|
4
|
3
|
>2
|
4
|
Ditemukan 3 taksa famili Gastropoda
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks
4
|
|
Coleopetra
|
5
|
1
|
>2
|
3
|
Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera
lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks
3
|
Sumber
: Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring
Berdasarkan tabel standar BBI,
disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 3 yang didapatkan berkisar antara 3-4,
kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori
terpolusi berat atau agak buruk.
Memperhatikan hasil
pengamatan makroinvertebrata, terlihat bahwa makin ke hilir, kondisi kualitas
air semakin menurun. Ini terlihat dari nilai FBI (family biotic index) lebih
besar pada bagian hilir dibandingkan di hulu. Ini menandakan bahwa aktivitas di
sepanjang aliran sungai semakin mempengaruhi kondisi kualitas air di hilir.
Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan aliran sungai di daerah hulu memang
relatif lebih baik. Pemukiman yang berbatasan langsung dengan tepi sungai tidak
sebanyak di hilir. Di hilir, selain pemukiman yang sangat dekat dengan badan
air, aktivitas MCK dari penduduk dan pemukiman juga semakin padat, dan beragam.
Selain itu faktor
lain yang mempengaruhi keberadaan makroinvertebrata, dan penurunan kualitas air
Sungai Bone, adalah aliran air Sungai Bone yang banyak melewati daerah
perkebunan dan pemukiman, sehingga hampir sebagian besar kegiatan masyarakat
dan limbah yang dihasilkan berdampak pada Sungai Bone baik dampak yang secara
langsung ataupun tidak langsung dari setiap kegiatan masyarakat disekitaran
Sungai Bone.
Keberadaan dan jumlah
dari setiap makroinvertebrata yang ditemukan, mempunyai tingkat kepekaan
terhadap bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat peka terhadap
pencemaran. Apabila terdapat bahan pencemar dalam perairan, maka biota yang
sangat peka akan hilang karena tidak mampu bertahan hidup. Sebaliknya biota
yang sangat toleran, akan tetap dapat hidup pada kualitas air yang buruk.
Semakin baik kualitas perairan, akan semakin tampak keaneka ragaman hewan
tersebut, sebaliknya penurunan kualitas perairan akan tampak jelas dominansi
suatu jenis hewan makroinvertebrata yang ditemukan.
Selain berdampak pada
keberadaan makroinvertebrata, penurunan kualitas air sungai juga dapat
berdampak langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia. Selain itu
dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan
perlindungan sumber daya air secara saksama (Effendi, 2008). Sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan tingkat kesakitan
bahkan kematian.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan
BBI dan FBI didapatkan nilai untuk FBI stasiun 1 adalah 5,82 dan BBI 4, untuk
FBI stasiun 2 adalah 5,96 dan BBI 4, untuk FBI stasiun 3 adalah 6,07 dan BBI 4.
Keberadaan kelompok famili Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera,
sudah sangat sulit ditemukan. Dimana kelompok family ini merupakan kelompok
yang sangat sensitif terhadap pencemaran, sehingga terlihat jelas, bahwa kondisi
kualitas air Sungai Bone sudah mulai mengalami penurunan. Family Thiaridae banyak
ditemukan di setiap stasiun pengamatan. Familli Thiaridae merupakan
kelompok makroinvertebrata yang tahan bahan pencemaran.
2. Untuk hasil
pemeriksaan fisik dan kimia, yaitu suhu, pH, dan kekeruhan (kecuali nilai
kekeruhan pada stasiun 3), didapatkan nilai untuk setiap stasiun masih berada
dibawah standar berdasarkan PerMenKes RI No. 416/MenKes/PER/IX/1990 tentang
persyaratan kualitas air bersih. Sedangkan untuk nilai kekeruhan pada stasiun 3
setelah pengukuran didapatkan nilai kekeruhan yang melebihi standar PerMenKes
1990.
3. Hasil analisis dengan
menggunakan Metode Biomonitoring berdasarkan Famili Biotik Indeks dan BISEL
Biotik Indeks dan pengukuran parameter fisik dan kimia menunjukkan, bahwa
status kualitas air Sungai Bone di setiap stasiun berada dalam kategori agak
buruk. Akan tetapi, sampai saat ini Sungai Bone masih dapat digunakan untuk
keperluan sehari-hari.
4. Aktivitas masyarakat bantaran
Sungai Bone dan kegiatan penambangan sirtu (pasir dan batu), merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya penurunan kualitas air Sungai Bone.
V. SARAN
Pemerintah dan masyarakat perlu
menyadari betapa pentingnya suatu pemeliharaan kebersihan sungai. Kegiatan
pemantauan dan pengelolaan haruslah 12
terus dilakukan guna mengetahui
status kualitas air sungai apakah mengalami penurunan atau kenaikan. Untuk
penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat melakukan penelitian pemantauan
kualitas air dengan metode biomonitoring berdasarkan perbedaan musim.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Ari, Diah dkk. 2009. Biomonitoring Kualitas Air Sungai Gandong Dengan Bioindikator
Makroinvertebrata Sebagai Bahan Petunjuk Praktikum Pada Pokok Bahasan
Pencemaran Lingkungan Smp Kelas VII. Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA
IKIP PGRI Madiun.
Badan
Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi. 2010. Laporan Pemantauan
Kualitas Air Sungai di Provinsi Gorontalo. Gorontalo : BALIHRISTI.
Daud,
Anwar. 2011. Analisis Kualitas Lingkungan. Yogyakarta: Ombak Effendi,
Hefni. 2008. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius Mukono,H. 2006. Prinsip
Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press Pramitha.
Rahayu,
Rudy, Meine, Indra, dan Bruno. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai.
Bogor : WAC.
Rahayu, subekti. 2009. Makroinvertebrata: Hewan
Air Penanda Kualitas Air Sungai. Artikel. Lampung barat.
Soraya.
2010. Analisis Kualitas Air Sungai Aloo, Sidoarjo Berdasarkan
Keanekaragaman Dan Komposisi Fitoplankton. Skripsi. Surabaya :
Institut Teknologi Sepuluh November. (http://Digilib.its.ac.id, diakses 20
Januari 2012).
Stevi, Dian, & Ekawati. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode Biomonitoring.
Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.
Suriawiria,
U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis.
Alumni. Bandung.
Trihadiningrum, Yulinah & Ayu Ratri. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Brantas
Berdasarkan Makroinvertebrata. Jurnal Sains dan Seni POMITS Vol. 1, No. 1.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Wagiman, Sabaruddin. 2006. Bentik Makroinvertebrata
Sebagai Bioindikator Polusi Lahan Perairan. J.Hidrosfir Vol.1, No.1, Hal.8-20.
Penelitian Ekoteknologi Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar